Di tengah ekosistem Linux yang terus berkembang dan melahirkan ratusan distribusi baru setiap dekade, ada dua nama besar yang tetap kokoh berdiri sebagai saksi perjalanan panjang dunia open-source: Slackware dan Debian. Keduanya lahir pada tahun 1993—masa ketika Linux masih lebih sering disebut “hobi mahasiswa” dibanding kandidat serius untuk server, desktop, dan lingkungan enterprise.
Menariknya, meskipun telah berusia lebih dari tiga dekade, Slackware dan Debian tidak hanya bertahan, tetapi juga menjadi fondasi filosofi serta teknologi bagi banyak distro modern saat ini. Tulisan ini mencoba meninjau ulang mengapa keduanya layak disebut sebagai “distro tertua yang masih eksis”, sekaligus memaparkan aspek-aspek unik yang membuat keduanya tetap relevan di era modern.
Slackware: Kesederhanaan yang Tak Pernah Usang
Ketika Patrick Volkerding merilis Slackware untuk pertama kalinya pada tahun 1993, ia tidak membayangkan bahwa distribusi buatannya akan menjadi legenda. Slackware adalah distro Linux tertua yang masih dipelihara oleh penciptanya sendiri, sebuah fakta langka dan sangat dihormati dalam komunitas.
Slackware dikenal dengan pendekatan KISS (Keep It Simple, Stupid)—filsafat yang mengutamakan kesederhanaan, transparansi, dan minim modifikasi. Inilah yang membuat Slackware tetap menjadi pilihan favorit para puritan Linux, administrator server lama, hingga penggemar sistem yang “apa adanya”.
Walau tidak setenar Ubuntu atau Fedora di kalangan pengguna baru, Slackware dihormati karena:
- paket-paketnya disajikan tanpa patch berlebihan
- struktur sistemnya konsisten sejak awal
- stabilitas dan prediktabilitasnya sangat tinggi
- proses belajarnya memaksa pengguna benar-benar memahami Linux
Slackware adalah distribusi yang tidak mengejar tren, tetapi justru menjadi standar. Dalam banyak komunitas, Slackware sering dijuluki sebagai "the Linux that doesn’t break".
Debian: Akar dari Banyak Linux Modern
Di waktu yang hampir bersamaan, Ian Murdock merilis Debian pada Agustus 1993. Tidak seperti Slackware yang dikelola satu orang, Debian sejak awal dibangun sebagai proyek komunitas global, dengan standar kualitas yang ketat. Kata Debian diambil dari Debra dan Ian. Debra Lynn adalah kekasih Ian Murdock ketika itu
Dan dari sinilah sejarah besar itu dimulai. Debian merupakan “induk besar” yang melahirkan ratusan distro, termasuk nama-nama besar seperti:
- Ubuntu
- Zorin OS
- Kali Linux
- Linux Mint
- Deepin
- Raspberry Pi OS
- dan ratusan turunan lain yang masih aktif hingga sekarang
Faktanya, jika ditarik garis keturunan, sebagian besar sistem Linux desktop modern hari ini adalah keturunan Debian. Ini menunjukkan betapa kokohnya fondasi teknis dan etika yang diletakkan oleh Debian, mulai dari sistem paket .deb, manajemen repository, filosofi kebebasan perangkat lunak, hingga standar dokumentasi dan pemeliharaan.
Debian terkenal dengan tiga hal utama:
- Stabilitas jangka panjang
- Komunitas yang besar dan disiplin
- Transparansi—semua keputusan teknis dicatat dengan jelas
Di dunia server, Debian menjadi salah satu distribusi paling populer sepanjang sejarah. Di dunia desktop, Debian menjelma sebagai basis inovasi distro lain yang lebih ramah pemula.
Debian bukan sekadar distro—ia adalah ekosistem.
Mengapa Hanya Dua Ini yang Bertahan?
Dari ratusan distro awal era 1990-an, sebagian besar sudah berhenti dikembangkan. MCC Interim, SLS, Yggdrasil, TAMU Linux, dan Caldera kini tinggal catatan sejarah.
Lalu mengapa Slackware dan Debian bertahan?
Beberapa alasan penting:
1. Fondasi teknis yang kuat sejak awal
Keduanya menawarkan struktur sistem yang solid, minim eksperimen tidak perlu, dan fokus pada kualitas.
2. Budaya komunitas yang konsisten
Debian memiliki komunitas terbesar dan paling terorganisir, sementara Slackware memiliki komunitas kecil namun setia.
3. Tidak kehilangan identitas
Slackware tetap “murni”, sedangkan Debian tetap menjadi “distro untuk komunitas”, bukan perusahaan.
4. Adaptif tanpa mengorbankan filosofi
Mereka berkembang mengikuti zaman, tetapi tidak “goyah” mengikuti mode sesaat.
Warisan untuk Generasi Linux Modern
Jika Anda memakai Ubuntu hari ini, secara teknis Anda sedang menggunakan turunan Debian. Jika Anda menggunakan Arch atau Fedora, Anda akan tetap menemukan jejak filosofi yang dibentuk oleh Slackware: kesederhanaan, modularitas, dan integritas paket.
Dua distro ini tidak hanya bertahan—mereka membentuk masa depan Linux.
Slackware mengajarkan bahwa kesederhanaan adalah kekuatan.
Debian mengajarkan bahwa kolaborasi adalah fondasi inovasi.
Di era di mana teknologi berubah dengan cepat, tetap ada nilai abadi yang tidak tergantikan: konsistensi, integritas, dan komunitas. Dan Slackware serta Debian adalah dua wajah paling jelas dari nilai-nilai tersebut.
Tiga dekade bukan waktu yang singkat dalam perkembangan teknologi. Namun Slackware dan Debian membuktikan bahwa umur panjang bukanlah soal keberuntungan—melainkan hasil dari arah teknis yang tepat, filosofi yang jelas, serta komunitas yang berdedikasi.
Bagi para pengguna Linux hari ini, memahami sejarah dua distro ini bukan sekadar nostalgia, tetapi cara melihat bagaimana Linux berkembang menjadi sistem modern yang kita gunakan sehari-hari.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Distro Linux Generasi Pertama
Berikut adalah distro-distro awal Linux yang muncul pada era paling awal perkembangan kernel Linux (1991–1995). Ini adalah fondasi dari ekosistem Linux modern saat ini:
🟦 1. MCC Interim Linux (1992)
- Distro Linux pertama yang benar-benar populer untuk instalasi.
- Dibuat di University of Manchester (MCC).
- Fokus pada kemudahan instalasi untuk pemula pada masa itu.
🟩 2. TAMU Linux (1992)
- Buatan Texas A&M University.
- Salah satu distro pertama berbasis di lingkungan akademik.
- Lebih lengkap dibanding MCC, tapi tetap sederhana.
🟧 3. Softlanding Linux System – SLS (1992)
- Distro awal paling berpengaruh.
- Menyediakan bundel Linux lengkap: kernel, X Window System, utilities.
- Banyak distro awal lain memakai SLS sebagai basis.
🟨 4. Slackware (1993)
- Dibangun oleh Patrick Volkerding dari basis SLS.
- Distro tertua yang masih bertahan hingga sekarang.
- Sangat stabil, sederhana, dan dikenal memakai prinsip KISS (Keep It Simple, Stupid).
🟥 5. Debian (1993)
- Fokus pada stabilitas, kontrol kualitas, dan sistem paket .deb.
- Debian adalah basis dari Ubuntu, Kali Linux, Zorin OS, Raspbian, Deepin, Mint, MX Linux, dan ratusan distro lain.
🟪 6. Yggdrasil Linux (1992–1995)
- Distro Live CD pertama dalam sejarah Linux.
- Bisa dijalankan langsung dari CD tanpa instalasi.
- Sangat inovatif pada masanya.
🟫 7. Jurix / SuSE (1993–94)
- Jurix dibuat oleh Florian La Roche.
- Kemudian menjadi basis SuSE Linux, yang sekarang dikenal sebagai openSUSE.
- Distro Jerman pertama yang berkembang besar.
🟦 8. Red Hat Linux (1994)
- Distro awal yang memperkenalkan RPM Package Manager.
- Menjadi basis Fedora dan RHEL (Red Hat Enterprise Linux).
🟩 9. Caldera (1994)
- Distro awal yang fokus pada dunia bisnis.
- Termasuk lingkungan grafis OpenLinux yang mudah digunakan.